Selamat datang di blog saya!

Blog ini lahir dari keinginan untuk menyebar-luaskan ide dan pemikiran-pemikiran mengenai upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk menuju Indonesia yang lebih baik di bidang ekonomi, khususnya di bidang PERBANKAN dan PROPERTI. Blog ini terutama berisi posting artikel dan kolom-kolom saya yang sebelumnya pernah dipublikasikan di koran atau majalah termasuk beberapa kutipan wawancara saya dengan media masa cetak dan on line. Beberapa artikel yang di-posting di sini, adalah artikel berbahasa Inggris sesuai dengan versi aslinya. Selamat mengakses dan membaca!!!

Kamis, 07 Agustus 2008

Krisis AS, pelajaran bagi perbankan

Oki Baren


Inilah.com, Jakarta - Berkaca dari kegagalan pembiayaan properti di AS, praktisi perbankan nasional sebaiknya hati-hati dan tidak tergoda persaingan jor-joran memberi tingkat suku bunga rendah. Kerasnya kompetisi tak harus direspons dengan mengurangi kualitas layanan perbankan.

Demikian benang merah perbincangan Inilah.com dengan praktisi perbankan Sasmaya Tuhuleley dan pengamat pasar modal Paulus Nurwadono, Senin (10/12).

Keduanya mengomentari kebijakan baru pemerintah AS, yakni membekukan suku bunga pinjaman debitor subprime mortgage guna menyelamatkan perekonomian dari ancaman resesi berkepanjangan, dan kemungkinan peristiwa serupa terjadi di Indonesia.
Sasmaya mengatakan, situasi pasar kredit perumahan di Indonesia berbeda dengan di AS. Kredit di sektor properti di Indonesia jauh lebih aman. Tapi, perbankan nasional tetap harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam kompetisi tidak sehat. Industri perbankan nasional bisa belajar dari kegagalan subprime mortgage untuk tidak terpengaruh dalam perang suku bunga pinjaman.

“Meskipun kredit pembiayaan sektor properti di Indonesia relatif aman, bank tetap harus berhati-hati dengan hanya memberikan kredit pemilikan rumah (KPR) yang normal. Sebab, kecenderungan pasar perbankan kita sudah mengarah ke sana akibat persaingan yang ketat,” kata Sasmaya.

Sementara Paulus menyebutkan, persaingan antarperbankan memicu penurunan kualitas kredit ke sektor industri properti. “Saya kurang sreg kalau tingginya kompetisi di dunia perbankan direspons dengan cara menurunkan kualitas kredit. Turunnya kualitas kredit bukan langkah yang bagus,” tandas Direktur Operasional PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) itu.

Paulus mencontohkan, penurunan kualitas kredit di sektor perbankan. “Perbankan harus berkompetisi tanpa mengorbankan kualitas. Itu pasti bisa dilakukan dengan meningkatkan efisiensi yang berdampak menipisnya margin keuntungan. Dengan begitu konsumen kredit properti akan merasakan manfaat yang lebih besar,” papar Paulus.

Kendati demikian, Paulus optimistis iklim perkreditan di sektor properti masih menunjukkan pertumbuhan kinerja yang positif. Kredit di sektor properti di Indonesia merupakan aset yang bagus untuk perbankan. Malah sebagian besar perbankan belum mau menjual portofolio kredit propertinya.

Terkait krisis subprime mortgage di AS, Presiden George W Bush, Kamis (6/12), mengumumkan kebijakan pembekuan kenaikan suku bunga pinjaman bagi para debitor untuk jangka waktu lima tahun. Kebijakan itu sebagai upaya penyelamatan perekonomian AS dari hantaman badai resesi akibat gagal bayar debitor subprime mortgage. Dalam skema moratorium itu debitor hanya dibebani bunga rendah, yakni 7-11%.

Kredit subprime bersifat spekulatif dan berisiko tinggi karena diberikan kepada debitor yang tidak bankable. Selain itu, kredit properti tersebut juga bermasalah akibat beban suku bunga yang lebih besar dibandingkan kredit umum.

Paulus kembali mengatakan, intervensi pemerintah AS untuk membekukan suku bunga subprime tidak akan menimbulkan tekanan terhadap fiskal. Pasalnya, pengurangan non performing loan (NPL) didukung lembaga finansial yang bertindak sebagai mortgage lender.
Selain itu, aksi penarikan dana besar-besaran (rush) dari para kreditor sudah mereda. “Sekarang ini spiralling over effect dalam proses redemption karena kepanikan pemilik protofolio subprime mortgage sudah jauh berkurang,” tandasnya.

Sasmaya menambahkan, strategi AS untuk keluar dari belitan masalah di pasar perumahan tidak akan memicu masalah baru. Hal itu tidak akan memberatkan cashflow kreditor pengucur dana subprime mortgage.

“Tindakan itu bagus karena dapat menumbuhkan kepercayaan publik terhadap pasar perumahan. Pembekuan suku bunga pinjaman merupakan solusi terbaik.,” katanya.
Jika situasi serupa terjadi di negeri ini, sangat tidak mudah keluar dari jebakan maut resesi. Pemerintah harus belajar dari AS untuk bisa keluar dari ancaman krisis. Apalagi, kebijakan tersebut sangat mendukung terciptanya iklim industri perumahan yang kondusif. [E1/I3]